Kamis, 11 Agustus 2016


Date, 10 Agustus 2016
Kekayaaan alam MINANG KABAU


*RUMAH ADAT KAMPAI NAN PANJANG*
Lokasi :
Desa Balimbiang
Kec. Rambatan Kab. Tanah Datar


Keterangan :
Bangunan ini merupakan bangunan ruman hunian ber-arsitektur khas Minangkabau, lantainya berupa lantai panggung. Pintu utamanya hanya satu dan terletak dibagian depan.
Pada bagian belakang terdapat sebanyak 6 kamar (bilik) dimana pintu kamar tersebut berbentuk oval dan ukuran kecil, keunikan lain bangunan ini dibuat tampa menggunakan paku.
Bangunan diperkirakan telah berumur +/- 350 Tahun. Terletak di Balimbing +/- 13 Km dari kota Batusangkar.

Selasa, 28 Juni 2016

Padang Mengatas
Lokasi Payakumbuh

Balai Pembibitan Ternak Unggil- Hijau Pakan Ternak (BPTU-HPT) di Padang Mengateh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat,
Rumput hijaun yang luas serta  ratusan ekor sapi berukuran besar, menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk berlibur di lokasi yang mereka sebut New Zelannya-Indonesa.
Komplek pertanakan milik BPTU-HPT yang berada di Padang Mengateh, ini merupakan warisan penjajah Belanda yang sempat menjadi area perternakan terbesar di Asia Tenggara.

Riwayat fasilitas BPTU-HPT ini pertama kali didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1916. “Saat itu, hewan yang diternakkan adalah kuda. Baru pada tahun 1935 didatangkan sapi zebu dari Benggala, India, untuk dikembangbiakan.
 












Senin, 26 Oktober 2015

Misteri Angka 4 Romawi pada Jam Gadang Bukittinggi
Share0 151 0 0
Hermanto Ansam - GoSumbar
Misteri Angka 4 Romawi pada Jam Gadang Bukittinggi

ANDA pernah berkunjung ke Bukittinggi, Sumatera Barat? Di kota ini terdapat sebuah monumen menjulang bernama Jam Gadang. Hampir semua orang mengagumi ikon kota Bukittinggi ini, namun tak banyak yang menyadari tentang keunikan dan misteri pada angka-angka romawi jam raksasa tersebut.

Jika dilihat lebih teliti, angka 4 romawi pada Jam Gadang ditulis IIII, bukan IV. Inilah yang menjadi tanda tanya, bahkan belum terpecahkan hingga sekarang. Benarkah angkah IIII mengandung simbol konspirasi atau hanya kesalahan dari si pembuat?

Bagi sebagian orang yang mempercayai teori konspirasi, angka IIII pada Jam Gadang merujuk pada kecemasan Belanda akan simbol IV yang merupakan singkatan ''I Victory'' yang berarti ''Aku Menang''. Belanda takut angka IV menjadi pemacu semangat perjuangan Indonesia untuk merdeka.

Maklum, jam ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada controleur (sekretaris kota) Kota Bukittinggi kala itu. Pada masa penjajahan Belanda, bagian puncak Jam Gadang terpasang megah patung seekor ayam jantan. Namun patung ayam itu digandi menjadi bentuk klenteng pada zaman pendudukan Jepang. Ketika masa kemerdekaan, bagian atas klenteng diturunkan dan diganti dengan gaya atap bagonjong rumah adat khas Minangkabau.

Pendapat lain dari cerita warga setempat, angka IIII merupakan petunjuk jumlah korban tewas dalam pembangunan bangunan jam besar setinggi 26 meter tersebut. Monumen berwujud bulat dengan diameter 80 sentimeter dan ditopang bangunan dasar seukuran 13 x 4 meter.

Jadi versi cerita ini, angka IIII melambangkan jumlah tumbal tukang batu pada proses pembangunan jam yang konon hanya ada dua di dunia. Satu di Sumatera Barat dan kembarannya di Big Ben, Inggris.

Lantas mana yang benar? Biarlah keganjilan ini menjadi keunikan sekaligus tantangan bagi siapa pun untuk mengungkap misteri angka 4 Jam Gadang. ***
- See more at: http://www.gosumbar.com/fotoperistiwa/misteri-angka-4-romawi-pada-jam-gadang-bukittinggi.html#sthash.C8M5pUAM.dpuf
Misteri Angka 4 Romawi pada Jam Gadang Bukittinggi
Share0 151 0 0
Hermanto Ansam - GoSumbar
Misteri Angka 4 Romawi pada Jam Gadang Bukittinggi

ANDA pernah berkunjung ke Bukittinggi, Sumatera Barat? Di kota ini terdapat sebuah monumen menjulang bernama Jam Gadang. Hampir semua orang mengagumi ikon kota Bukittinggi ini, namun tak banyak yang menyadari tentang keunikan dan misteri pada angka-angka romawi jam raksasa tersebut.

Jika dilihat lebih teliti, angka 4 romawi pada Jam Gadang ditulis IIII, bukan IV. Inilah yang menjadi tanda tanya, bahkan belum terpecahkan hingga sekarang. Benarkah angkah IIII mengandung simbol konspirasi atau hanya kesalahan dari si pembuat?

Bagi sebagian orang yang mempercayai teori konspirasi, angka IIII pada Jam Gadang merujuk pada kecemasan Belanda akan simbol IV yang merupakan singkatan ''I Victory'' yang berarti ''Aku Menang''. Belanda takut angka IV menjadi pemacu semangat perjuangan Indonesia untuk merdeka.

Maklum, jam ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada controleur (sekretaris kota) Kota Bukittinggi kala itu. Pada masa penjajahan Belanda, bagian puncak Jam Gadang terpasang megah patung seekor ayam jantan. Namun patung ayam itu digandi menjadi bentuk klenteng pada zaman pendudukan Jepang. Ketika masa kemerdekaan, bagian atas klenteng diturunkan dan diganti dengan gaya atap bagonjong rumah adat khas Minangkabau.

Pendapat lain dari cerita warga setempat, angka IIII merupakan petunjuk jumlah korban tewas dalam pembangunan bangunan jam besar setinggi 26 meter tersebut. Monumen berwujud bulat dengan diameter 80 sentimeter dan ditopang bangunan dasar seukuran 13 x 4 meter.

Jadi versi cerita ini, angka IIII melambangkan jumlah tumbal tukang batu pada proses pembangunan jam yang konon hanya ada dua di dunia. Satu di Sumatera Barat dan kembarannya di Big Ben, Inggris.

Lantas mana yang benar? Biarlah keganjilan ini menjadi keunikan sekaligus tantangan bagi siapa pun untuk mengungkap misteri angka 4 Jam Gadang. ***
- See more at: http://www.gosumbar.com/fotoperistiwa/misteri-angka-4-romawi-pada-jam-gadang-bukittinggi.html#sthash.C8M5pUAM.dpuf
Misteri Angka 4 Romawi pada Jam Gadang Bukittinggi
Share0 151 0 0
Hermanto Ansam - GoSumbar
Misteri Angka 4 Romawi pada Jam Gadang Bukittinggi

ANDA pernah berkunjung ke Bukittinggi, Sumatera Barat? Di kota ini terdapat sebuah monumen menjulang bernama Jam Gadang. Hampir semua orang mengagumi ikon kota Bukittinggi ini, namun tak banyak yang menyadari tentang keunikan dan misteri pada angka-angka romawi jam raksasa tersebut.

Jika dilihat lebih teliti, angka 4 romawi pada Jam Gadang ditulis IIII, bukan IV. Inilah yang menjadi tanda tanya, bahkan belum terpecahkan hingga sekarang. Benarkah angkah IIII mengandung simbol konspirasi atau hanya kesalahan dari si pembuat?

Bagi sebagian orang yang mempercayai teori konspirasi, angka IIII pada Jam Gadang merujuk pada kecemasan Belanda akan simbol IV yang merupakan singkatan ''I Victory'' yang berarti ''Aku Menang''. Belanda takut angka IV menjadi pemacu semangat perjuangan Indonesia untuk merdeka.

Maklum, jam ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada controleur (sekretaris kota) Kota Bukittinggi kala itu. Pada masa penjajahan Belanda, bagian puncak Jam Gadang terpasang megah patung seekor ayam jantan. Namun patung ayam itu digandi menjadi bentuk klenteng pada zaman pendudukan Jepang. Ketika masa kemerdekaan, bagian atas klenteng diturunkan dan diganti dengan gaya atap bagonjong rumah adat khas Minangkabau.

Pendapat lain dari cerita warga setempat, angka IIII merupakan petunjuk jumlah korban tewas dalam pembangunan bangunan jam besar setinggi 26 meter tersebut. Monumen berwujud bulat dengan diameter 80 sentimeter dan ditopang bangunan dasar seukuran 13 x 4 meter.

Jadi versi cerita ini, angka IIII melambangkan jumlah tumbal tukang batu pada proses pembangunan jam yang konon hanya ada dua di dunia. Satu di Sumatera Barat dan kembarannya di Big Ben, Inggris.

Lantas mana yang benar? Biarlah keganjilan ini menjadi keunikan sekaligus tantangan bagi siapa pun untuk mengungkap misteri angka 4 Jam Gadang. ***
- See more at: http://www.gosumbar.com/fotoperistiwa/misteri-angka-4-romawi-pada-jam-gadang-bukittinggi.html#sthash.C8M5pUAM.dpuf

Selasa, 22 September 2015

BUKITTINGGI HOLIDAY HOME
Jl. Kesehatan No. 17 B, Bukittinggi, Indonesia
Kode Pos 21163

Dalam rangka peningkatan pelayanan akomodasi Wisatawan di Bukittinggi kini kami telah menyediakan Homestay yang nyaman dan bersih sesuai Budget wisatawan.

- Suite Family Home
   Facilitas :   * 3 kamar Tidur
                    * Ruang Tamu
                    * Ruang Keluarga
                    * 2 Kamar Mandi
                    * Sarapan
                    * Dapur
                    * Parkir Pribadi


- Family Home
   Facilitas :   * 3 kamar Tidur
                    * Ruang Keluarga
                    * 1 Kamar Mandi
                    * Sarapan
                    * Dapur
                    * Parkir Pribadi

Gambar Homestay
 Suite Family Home

Tampak Depan

Ruang Tamu

Ruang Keluarga

Kamar Tidur Utama

Kamar Tidur Twinbed A

Kamar Tidur Twinbed B

Toilet


Gambar Homestay
Family Home


Ruang Keluarga

Ruang Tidur

Ruang Tidur
 
Ruang Tidur
 
Dapur
 










Kamis, 29 Januari 2015



BayuadazTour

Shoping dan Makan Durian

26 Juni 2014

Bersama : 

- Buk Ratna
- Kak Lyna
- Dr. Putri







Rabu, 15 Oktober 2014

ISTANO BASA PAGARUYUNG

Istano Basa Pagaruyung

Sumber : Wikipedia

Istano Basa yang dibangun kembali setelah kebakaran tahun 2007
Istano Basa yang dibangun kembali setelah kebakaran tahun 2007
Letak: Batusangkar, Sumatra Barat, Indonesia
Koordinat: 0°26′20″LU 100°40′9″BTKoordinat: 0°26′20″LU 100°40′9″BT
Dibangun: kr. abad ke-17
Dibangun untuk: Kediaman keluarga Kerajaan Pagaruyung
Diruntuhkan: 1837 (akibat perang)
1966 (terbakar)
2007 (terbakar)
Dibangun kembali: 1930, 1968, 2007
Arsitek: tidak diketahui
Gaya arsitektur: Rumah adat Minangkabau
Istano Basa is located in Sumatra
Letak Istana Pagaruyung di Indonesia Sumatra South
Bagian interior Istano Basa
Istano Basa yang lebih terkenal dengan nama Istana Pagaruyung, adalah sebuah istana yang terletak di kecamatan Tanjung Emas, kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Istana ini merupakan obyek wisata budaya yang terkenal di Sumatera Barat.
Istano Basa yang berdiri sekarang sebenarnya adalah replika dari yang asli. Istano Basa asli terletak di atas bukit Batu Patah dan terbakar habis pada sebuah kerusuhan berdarah pada tahun 1804. Istana tersebut kemudian didirikan kembali namun kembali terbakar tahun 1966.
Proses pembangunan kembali Istano Basa dilakukan dengan peletakan tunggak tuo (tiang utama) pada 27 Desember 1976 oleh Gubernur Sumatera Barat waktu itu, Harun Zain. Bangunan baru ini tidak didirikan di tapak istana lama, tetapi di lokasi baru di sebelah selatannya.[1]. Pada akhir 1970-an, istana ini telah bisa dikunjungi oleh umum.

Kebakaran 2007

Pada tanggal 27 Februari 2007, Istano Basa mengalami kebakaran hebat akibat petir yang menyambar di puncak istana[2]. Akibatnya, bangunan tiga tingkat ini hangus terbakar. Ikut terbakar juga sebagian dokumen, serta kain-kain hiasan.[3]. Diperkirakan hanya sekitar 15 persen barang-barang berharga yang selamat. Barang-barang yang lolos dari kebakaran tersebut sekarang disimpan di Balai Benda Purbakala Kabupaten Tanah Datar. Harta pusaka Kerajaan Pagaruyung sendiri disimpan di Istano Silinduang Bulan, 2 kilometer dari Istano Basa.[4]
Sementara itu, biaya pendirian kembali istana ini diperkirakan lebih dari Rp 20 miliar [5].

Lihat pula

Catatan

JAM GADANG, Bukittinggi, Sumatera Barat, INDONESIA

Jam Gadang

Sumber : Wikipedia
Koordinat: 0,30521°LS 100,3694°BT
Jam Gadang
2011 jamgadang 2 cropped.jpg
Jam Gadang dilihat dari arah Pasar Ateh atau arah timur kota Bukittinggi
Letak Kelurahan Benteng Pasar Atas, Kecamatan Guguk Panjang, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat
Negara Flag of Indonesia.svg Indonesia
Deskripsi arsitektur
Perancang Yazid Rajo Mangkuto Sutan Gigi Ameh
Jenis Menara jam
Tahun selesai 1926
Biaya pembangunan 3.000 Gulden
Didedikasikan untuk Sekretaris Fort de Kock (sekarang kota Bukittinggi)
Renovasi terakhir 2010
Spesifikasi
Tinggi 26 meter (85 kaki)
Material Kapur, putih telur, pasir putih
Jam Gadang terlihat dari kejauhan di salah satu sudut kota Bukittinggi sekitar tahun 1926–1940
Jam Gadang adalah nama untuk menara jam yang terletak di pusat kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Menara jam ini memiliki jam dengan ukuran besar di empat sisinya sehingga dinamakan Jam Gadang, sebutan bahasa Minangkabau yang berarti "jam besar".
Selain sebagai pusat penanda kota Bukittinggi, Jam Gadang juga telah dijadikan sebagai objek wisata dengan diperluasnya taman di sekitar menara jam ini. Taman tersebut menjadi ruang interaksi masyarakat baik di hari kerja maupun di hari libur. Acara-acara yang sifatnya umum biasanya diselenggarakan di sekitar taman dekat menara jam ini.

Struktur

Jam Gadang memiliki denah dasar seluas 13 x 4 meter. Bagian dalam menara jam setinggi 26 meter ini terdiri dari beberapa tingkat, dengan tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul. Bandul tersebut sempat patah hingga harus diganti akibat gempa pada tahun 2007.
Terdapat 4 jam dengan diameter masing-masing 80 cm pada Jam Gadang. Jam tersebut didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur dan digerakkan secara mekanik oleh mesin yang hanya dibuat 2 unit di dunia, yaitu Jam Gadang itu sendiri dan Big Ben di London, Inggris. Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas. Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu Vortmann Relinghausen. Vortman adalah nama belakang pembuat jam, Benhard Vortmann, sedangkan Recklinghausen adalah nama kota di Jerman yang merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.
Jam Gadang dibangun tanpa menggunakan besi peyangga dan adukan semen. Campurannya hanya kapur, putih telur, dan pasir putih.

Sejarah

Jam Gadang selesai dibangun pada tahun 1926 sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Arsitektur menara jam ini dirancang oleh Yazid Rajo Mangkuto, sedangkan peletakan batu pertama dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun.
Pembangunan Jam Gadang menghabiskan biaya sekitar 3.000 Gulden, biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Sehingga sejak dibangun dan sejak diresmikannya, menara jam ini telah menjadi pusat perhatian setiap orang. Hal itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang kemudian dijadikan sebagai penanda atau markah tanah dan juga titik nol Kota Bukittinggi.
Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, atap pada Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Kemudian pada masa pendudukan Jepang diubah menjadi bentuk pagoda. Terakhir setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang.
Renovasi terakhir yang dilakukan pada Jam Gadang adalah pada tahun 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan pemerintah kota Bukittinggi dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. Renovasi tersebut diresmikan tepat pada ulang tahun kota Bukittinggi yang ke-262 pada tanggal 22 Desember 2010.